Senin, 03 Oktober 2016

Proyek Reklamasi di Jakarta

Proyek Reklamasi Demi Kepentingan Kapitalis

Pada Kamis (31/3/2016) malam, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap anggota DPRD DKI Jakarta, M. Sanusi usai menerima uang dengan nilai total Rp 1,14 miliar. Uang suap itu diduga terkait dengan pembahasan Raperda Rencana Zonasi dan Wilayah Pesisir Pantai Utara dan revisi Perda nomor 8 tahun 1995 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Rencana Tata Ruang Pantura Jakarta.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengungkapkan Sanusi menerima uang suap itu dari karyawan PT Agung Podomoro Land Tbk yakni Trinanda Prihantoro (TPT) dan melalui perantara Sanusi, Geri (GER) terkait pembahasan Raperda Rencana Zonasi Pesisir Jakarta dan Rencana Tata Ruang Strategis Pantura.
Berikutnya pemilik PT Agung Sedayu, Sugianto Kusuma alias Aguan dicekal ke luar negeri sesuai permintaan dari KPK kepada pihak imigrasi melalui surat yang dikirim pimpinan KPK pada 1 April 2016. KPK juga meminta pencekalan terhadap Staf Khusus (Stafsus) Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), bernama Sunny Tanuwidjaja.
Selain di teluk Jakarta, proyek reklamasi besar juga dilakukan terhadap teluk Benoa Bali, digarap oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) yang merupakan bagian dari grup Artha Graha. Sementara di Makasar proyek reklamasi CitraLand City dilakukan di pantai Losari diinisiasi oleh Ciputra Group yaitu PT Ciputra Surya Tbk melalui KSO Ciputra Yasmin yang menjadi developer reklamasi CitraLand City itu.


Mega Proyek NCICD dan Reklamasi Teluk Jakarta
Proyek reklamasi 17 pulau di teluk Jakarta itu merupakan bagian dari mega proyek Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara (National Capital Integrated Coastal Development/NCICD) yang merupakan proyek Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan pemerintah pusat. Pada saat peluncuran mega proyek ini pada 2014 lalu dikatakan, pembangunan NCICD dimulai tahun depan (yakni tahun 2015) terdiri atas reklamasi pantai utara Jakarta (tahap I), konstruksi tanggul terluar (tahap II), dan tembok laut raksasa atau giant sea wall (tahap III).
NCICD adalah penamaan terakhir untuk proyek reklamasi Pantai Utara Jakarta setelah sebelumnya bernama Giant Sea Wall dari yang sebelumnya Jakarta Coastal Development Strategies (JCDS) dan sebelumnya lagi dikenal sebagai Jakarta Coastal Defence Strategies (JCDS).
Dalam penjelasan mega proyek NCICD dikatakan bahwa salah satu tantangan terbesar untuk masa depan dari Ibukota Negara Indonesia adalah untuk melindungi 10 Juta penduduknya dan pesatnya pertumbuhan ekonomi terhadap tingginya risiko banjir karena begitu cepatnya penurunan muka tanah yang terjadi. Bagian paling utara dari Jakarta diperkirakan akan mengalami penurunan hingga 5 meter di bawah permukaan laut pada tahun 2050 dan 7 meter pada tahun 2080. Program Pembangunan Terpadu Ibukota Pesisir Nasional (PTPIN) menyediakan solusi terpadu untuk menghadapi tantangan ini. Perlindungan banjir, sanitasi, dan penyediaan air yang lebih baik, konektivitas yang lebih baik dan pengembangan masyarakat yang berkelanjutan ikut dimasukkan ke dalam pengembangan wilayah pesisir ibukota; sebagai pra-syarat pengembangan ekonomi berkelanjutan di ibukota negara Indonesia.
Antara tahun 2009 dan 2012, cetak biru untuk strategi itu dikembangkan didalam proyek Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS). Pendekatan utama dari proyek ini adalah membangun 3 baris lini pertahanan laut dalam waktu 20 hingga 30 tahun ke depan.
Pada tahun 2013, Proyek JCDS kemudian diikuti oleh Program Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara (PTPIN) atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), mengambil solusi lepas pantai sebagai titik mula. Nama program PTPIN mencerminkan dua pembangunan. Pertama, pengertian bahwa proyek ini adalah kepentingan nasional yang berarti bahwa proyek ini bukan hanya milik Jakarta tetapi juga wilayah disekitarnya sehingga tindakan penanganan di wilayah hulu dan daerah sekitar juga diikutsertakan dalam strategi. Kedua, wawasan bahwa proyek sebesar ini akan memiliki dampak yang cukup positif dan juga negatif terhadap wilayah pesisir, yang menciptakan kebutuhan untuk pengembangan terpadu daripada hanya pendekatan secara sipil teknis.
Dalam menyusun manterplan NCICD itu pemerintah pusat dan pemerintah DKI bekerjasama dengan Belanda. Masterplan NCICD itu telah diserahkan oleh Menteri Belanda Melanie Schultz van Haegen kepada Menteri Pekerjaan Umum Indonesia Djoko Kirmanto. Menurut Menteri PU kala itu (2014), total investasi utnuk NCICD diperkirakan USD 24,7 miliar atau sekitar Rp 300 triliun.
Rancangan gambar mega proyek NCICD terlihat dalam tiga gambar berikut. Tahap I merupakan proyek pengembangan kawasan pantai utara Jakarta seluas 5100 Ha lebih melalui pembangunan 17 pulau reklamasi yang akan terbagi dalam tiga kawasan:
  1. Pemukiman dengan intensitas sedang, kegiatan rekreasi dan komersial terbatas (bagian barat);
  2. Pusat perdagangan jasa skala internasional, pusat rekreasi/wisata dan pemukiman dengan intensitas tinggi (bagian tengah);
  3. Pusat distribusi barang, pelabuhan, industri, pergudangan, serta pemukiman dengan intensitas rendah sebagai penunjang (bagian timur).
Untuk membangun 17 pulau buatan itu, jutaan meter kubik pasir akan dikeruk untuk menimu laut membuat 17 pulau buatan. Pulau-pulau itu merupakan bagian dari rencana pengembangan kawasan mandiri terpadu, yang terdiri atas pusat niaga, permukiman, dan pariwisata di Jakarta. Konstruksi fisik pulau diperkirakan memakan waktu 1-2 tahun, sedangkan pengembangan menjadi kawasan yang lengkap dengan permukiman, gedung, jalan, dan infrastruktur lain selesai tahun 2030. “Secara keseluruhan, program NCICD itu nantinya meliputi reklamasi pantai, pengembangan kota baru Jakarta, giant sea wall, pengembangan pelabuhan, pengerukan sungai, dan pembuatan waduk,” kata Kepala Subdirektorat Perkotaan Ditjen Tata Ruang Kementerian Pekerjaan Umum (PU) Eko Budi Kurniawan di Jakarta, pada Juli 2014.
Dia mengatakan, pengembangan lahan di atas laut (reklamasi) bagi Provinsi DKI Jakarta sangat penting. Selain untuk pembangunan kota baru Jakarta yang kini sudah terbatas lahannya, reklamasi berfungsi menahan rob atau banjir besar yang datang dari laut. Aneka infrastruktur baru juga dapat dibangun, mulai dari pelabuhan dalam atau deep sea port, penampung air, bahkan bandara. Sedangkan wilayah Jakarta Selatan dijadikan kawasan konversi.

Reklamasi 17 Pulau Buatan di Teluk Jakarta
Reklamasi kawasan utara Jakarta sudah mulai dilakukan sejak dekade 80-an. Perkembangan reklamasi pesisir utara Jakarta itu sejak awal hingga sekarang melalui banyak liku-liku. Liku-liku reklamasi pesisir utara Jakarta itu sebagai berikut:
  • Tahun 80-an, PT Harapan Indah mereklamasi kawasan Pantai Pluit selebar 400 meter dan membangun kompleks mewah Pantai Mutiara.
  • Tahun 1981, PT Pembangunan Jaya mereklamasi kawasan Ancol sisi utara untuk kawasan industri dan rekreasi.
  • Tahun 1991, hutan bakau Kapuk direklamasi dan dibuat kompleks mewah Pantai Indah Kapuk.
  • Tahun 1995, reklamasi untuk Kawasan Berikat Marunda.
  • Keempat reklamasi itu menimbulkan perdebatan. Reklamasi Pantai Pluit dituduh mengganggu sistem PLTU Muara Karang sebab menyebabkan perubahan pola arus laut di areal reklamasi Pantai Mutiara yang berdampak terhadap mekanisme arus pendinginan PLTU. Tenggelamnya sejumlah pulau di perairan Kepulauan Seribu diduga akibat dari pengambilan pasir laut untuk menimbun areal reklamasi Ancol. Namun, dampak negatif tersebut tidak diindahkan dan reklamasi terus berlanjut. Wiyogo Atmodarminto, Gubernur DKI Jakarta waktu itu, menyatakan reklamasi ke utara Jakarta dipilih karena perluasan ke arah selatan sudah tidak mungkin.
  • Maret 1995, rencana reklamasi 2.700 hektar di teluk Jakarta pertama kali dipaparkan di depan Presiden Soeharto. Selain untuk mengatasi kelangkaan lahan di Jakarta, proyek reklamasi juga untuk mengembangkan wilayah Jakarta Utara yang tertinggal dibandingkan empat wilayah lain.
  • Tahun 1995, disahkan Kepres No. 52/1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta dan Perda Nomor 8 Tahun 1995. Namun, dua aturan ini “menabrak” Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) Jakarta 1985-2005. Di dalam dokumen RUTR tersebut tidak disebutkan mengenai rencana reklamasi.
  • Tahun 1996, dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI No. 1090 Th. 1996 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengendali Reklamasi Panturan Jakarta
  • Tahun 1997, dikeluarkan Keputusan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas No. Kep.920/KET/10/1997 tentang Pedoman Penataan Ruang Kawasan Pantai Utara Jakarta.
  • Tahun 1998 keluar Surat Keputusan Gubernur DKI No. 220 Th. 1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Reklamasi Pantura Jakarta
  • Tahun 1999 disahkan Perda DKI No. 6 Th. 1999 tentang Rencan Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta.
  • Tahun 2000 dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 138 Th. 2000 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklamasi Pantau Utara Jakarta.
  • Tahun 2003, Kementerian Lingkungan Hidup menyatakan, proyek reklamasi tidak bisa dilakukan karena Pemprov DKI tidak mampu memenuhi kaidah penataan ruang dan ketersediaan teknologi pengendali dampak lingkungan. Dikeluarkan SK Menteri Lingkungan Hidup Nomor 14 Tahun 2003 tentang Ketidaklayakan Rencana Kegiatan Reklamasi dan Revitalisasi Pantai Utara.
  • Tahun 2007, enam pengembang yang mendapat hak reklamasi menggugat Menteri Lingkungan Hidup ke PTUN. Mereka beralasan sudah melengkapi semua persyaratan untuk reklamasi, termasuk izin amdal regional dan berbagai izin lain. PTUN memenangkan gugatan keenam perusahaan tersebut.
  • KLH mengajukan banding, tapi PTUN tetap memenangkan gugatan keenam perusahaan tersebut.
  • Perpres No. 54 Th. 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jabodetabekpunjur.
  • KLH mengajukan kasasi ke MA. Pada 28 Juli 2009, MA memutuskan mengabulkan kasasi tersebut dan menyatakan, reklamasi menyalahi amdal.
  • Tahun 2011, MA mengeluarkan putusan baru (No 12/PK/TUN/2011) menyatakan, reklamasi di Pantai Jakarta legal. Namun, untuk melaksanakan reklamasi, Pemprov DKI Jakarta harus membuat kajian amdal baru untuk memperbarui amdal yang diajukan tahun 2003. Juga dengan pembuatan dokumen Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) melibatkan pemda di sekitar teluk Jakarta.
  • Rencana reklamasi yang terhadang berbagai aturan menjadi mulus saat Presiden SBY menerbitkan Perpres No. 122 Th. 2012 mengenai reklamasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. Perpres itu menyetujui pengaplingan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Teluk Jakarta.
  • Pada Desember 2014, dikeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI No. 2238 Th. 2013 dan diberikan izin reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra anak perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk.
  • Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menilai, kebijakan tersebut melanggar karena kewenangan memberikan izin di area laut strategis berada di tangan KKP meski lokasinya ada di wilayah DKI Jakarta. Kementerian Koordinator Kemaritiman juga meminta pengembang dan Pemprov DKI Jakarta membuat kajian ilmiah rencana reklamasi Pulau G di Jakarta Utara. Kajian ilmiah itu perlu dijelaskan kepada publik agar publik tahu detail perencanaan dan bisa mengawasi proyek reklamasi.
  • Akhir September 2015, KKP mengkaji penghentian sementara (moratorium) reklamasi. Reklamasi diusulkan hanya untuk pelabuhan, bandara, dan listrik. Di luar itu tidak boleh ada reklamasi untuk hotel, apartemen, mal, dan sebagainya.
  • Tapi Pemprov DKI pada akhir Oktober 2015, malah mulai mempersiapkan tahap awal pengembangan pulau-pulau reklamasi. Pulau O, P, dan Q akan diintegrasikan dengan Pulau N untuk pembangunan Port of Jakarta.
rencana reklamasi pantai utara jakarta rencana reklamasi pantai utara jakarta2
Sampai saat ini pembuatan 17 pulau buatan dengan mereklamasi pesisir utara Jakarta itu telah dikapling-kapling. PT Kapuk Naga Indah anak perusahaan PT Agung Sedayu Gorup mendapat kapling pulau A, B, C, D dan E dengan total luas 1.331 ha. PT Jakarta Propertindo mendapat kapling pulau F dan O dengan total luas 570 ha. PT Pembangunan Jaya Ancol secara sendiri mendapat kapling pulau J dan K dengan total 348 ha. PT Muara Wisesa Samudra anak perusahaan PT Agung Podomoro Land Tbk mendapat kapling pulau G dengan luas 161 ha yang akan dikembangkan menjadi kawasan terpadu Pluit City. PT Taman Harapan Indah anak usaha PT Inti Land mendapat kapling pulau H dengan luas 63 ha. PT KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Marunda mendapat kapling pulau P dan Q dengan total 832 ha. Pulau N dikapling untuk PT Pelindo II dengan luas 411 ha. Sementara pulau L dikapling untuk PT Pembangunan Jaya Ancol bersama PT Manggala Krida Yudha dengan luas 481 ha. Pulau M dikapling untuk PT Manggala Krida Yudha dan PT Pelindo II dengan luas 587 ha. Total 17 pulau buatan itu nantinya lebih dari 5.100 ha. Daftar reklamasi 17 pulau buatan itu terlihat dalam tabel berikut:

Perusahaan Yang Terlibat Reklamasi di Teluk Jakarta
Pulau Pengembang Luas (Ha) Status
A PT Kapuk Naga Indah anak perusahaan Agung Sedayu Grup 79 Izin Prinsip
B PT Kapuk Naga Indah 380 Izin Prinsip
C PT Kapuk Naga Indah 276 Izin Pelaksanaan
D PT Kapuk Naga Indah 312 Izin Pelaksanaan
E PT Kapuk Naga Indah 284 Izin Pelaksanaan
F PT Jakarta Propertindo 190 Izin Pelaksanaan
G PT Muara Wisesa Samudra anak usaha Agung Podomoro Land (APL) Tbk 162 Izin Pelaksanaan
H PT Taman Harapan Indah anak usaha PT Inti Land Development 63 Izin Pelaksanaan
I PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk dan PT Jaladri Eka Pasti 405 Izin Pelaksanaan
J PT Pembangunan Jaya Ancol 316 Izin Prinsip
K PT Pembangunan Jaya Ancol 32 Izin Pelaksanaan
L PT Pembangunan Jaya Ancol dan PT Manggala Krida Yudha 481 Izin Prinsip
M PT Manggala Krida Yudha dan PT Pelindo II 587 Izin Prinsip
N PT Pelindo II 411 Izin Prinsip
O PT Jakarta Propertindo 344 Izin Prinsip
P PT KEK Marunda Jakarta 463 Izin Prinsip
Q PT KEK Marunda Jakarta 369 Izin Prinsip

 Total 5.154

Pro dan Kontra
Reklamasi pesisir utara Jakarta sejak pertama mucul sudah menimpulkan polemik. Ada pihak-pihak yang pro, terutama dari kalangan pengusaha. Ada banyak pihak yang kontra.
Mereka yang pro mendukung reklamasi diantara beralasan bahwa reklamasi itu:
  • Perlu untu menyelesaikan kelangkaan ruang dan lahan di Jakarta. Kawasan selatan Jakarta sudah tidak mungkin dikembangkan karena fungsinya sebagai daerah konservasi. Juga dengan wilayah timur dan barat yang sudah telanjur padat penduduk karena sejak 1985 pengembangan wilayah Jakarta sudah diarahkan ke timur dan barat.
  • Mendatangkan benefit ekonomi bagi Jakarta. Paling tidak akan menghasilkan pajak dan retribusi. Nanti diantaranya digunakan untuk subsidi silang memperbaiki kawasan kumuh.
  • Reklamasi berupa pulau akan memperlancar aliran banjir ke laut, berfungsi sebagai bendungan untuk menahan kenaikan permukaan air laut, dan sebagai sumber air bersih Jakarta Utara.
  • Reklamasi akan memecah gelombang dan mengurangi risiko abrasi.

Sementara itu, pendapat yang kontra reklamasi juga didukung oleh banyak argumentasi. Diantara argumentasi itu adalah:
  • Reklamasi akan berdampak negatif pada lingkungan. Sebut saja akan mengakibatkan ekosistem pesisir terancam punah.
  • Kehancuran terjadi akibat hilangnya berbagai jenis pohon bakau di Muara Angke, punahnya ribuan jenis ikan, kerang, kepiting, dan berbagai keanekaragaman hayati lain.
  • Reklamasi akan memperparah potensi banjir di Jakarta karena mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi) di kawasan Jakarta Utara. Perubahan itu antara lain berupa tingkat kelandaian, komposisi sedimen sungai, pola pasang surut, pola arus laut sepanjang pantai, dan merusak kawasan tata air.
  • Reklamasi juga berdampak pada masalah sosial, seperti pada kehidupan nelayan Jakarta Utara. Reklamasi pantura Jakarta diyakini menyebabkan 125.000 nelayan tergusur dari sumber kehidupannya dan menyebabkan nelayan yang sudah miskin menjadi semakin miskin.
  • Pada 2003, KLH menolak reklamasi Teluk Jakarta dengan pertimbangan: reklamasi mengancam keragaman hayati, asal tanah reklamasi tak jelas (kala itu, pemerintah Jakarta tak bisa menjelaskan asal tanah dari mana). Lalu, ada PLTU, bagaimana desain penanganan masalah air (tak ada jawaban darimana asal air tawar), dan reklamasi bisa perluas banjir Jakarta. Kala itu, rencana reklamasi sepanjang 30 km x 1 km.


https://hizbut-tahrir.or.id/2016/04/11/proyek-reklamasi-sarat-persekongkolan-demi-kepentingan-kapitalis/


KOMENTAR:
Menurut saya diadakannnya proyek reklamasi di lautan jakarta ada dampak buruk dan ada dampak baiknya juga. Karena dapak dari efek baik dibuatnya pulau-pulau buatan akan mengurani dampak abrasi, karena dapat menahan gelombang laut secara yang menerjang pesisir daratan secara langsung. Serta dampak buruknya adalah menggangu bahkan mematikan ekosistem yg terjadi di kawasan reklamasi dan sekitarnya, mematikan penghasialan nelayan serta punahnya jenis ikan dan tumbuhan yg ada di sekitaran lokasi reklamasi.
SARAN:
Seharusnya pihak yang mengadakan proyek reklamasi dapat menanggulangi segala resiko yang akan muncul akibat efek dari proyek tersebut. Tetapi tidak hanya menikirkan keuntungan kapitalis saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar